Search Suggest

Bimbingan Rohani Syekh Abdul Qodir Jaelani



BIMBINGAN RUHANI SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Jala Al-Khathir

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Jala Al-Khathir mengatakan bahwa Allah Ta’ala telah berfiman dalam salah satu firman-Nya yang diwahyukan melalui hadis qudsi: “Telah berdustalah orang yang mengaku mencintai-Ku, tetapi pergi tidur dan melupakan Aku begitu malam menjelang.”
Jika engkau adalah salah seorang dari mereka yang mencintai Allah, niscaya engkau akan tetap bangun dan berjaga malam, dan kalaupun engkau tidur, itu hanya akan terjadi karena kantuk telah menyerangmu dengan kekuatan yang tak tertahankan. Sang pencinta (muhibb) berada di bawah beban tekanan dan ketegangan, sedangkan sang kekasih (mahbûb) merasa tenang dan nyaman. Sang pencinta adalah orang yang mencari (thâlib), sedangkan sang kekasih adalah orang yang dicari (mathlûb).
Nabi Saw. diriwayatkan telah bersabda: “Allah akan mengatakan kepada Jibril: Jadikanlah si fulan tidur, dan jadikanlah si fulan (yang lain) bangun.”

Ada dua cara untuk memahami firman Allah ini. Yang pertama: “Jadikanlah orang tertentu—sang pencinta—bangun, dan jadikanlah orang yang lain—sang kekasih—tidur. Yang disebut pertama telah mengaku bahwa dia mencintaiku; jadi aku harus memeriksanya dan menempatkannya di tempatnya yang selayaknya, daun-daun keberadaanya bersama siapa pun selain Aku berguguran darinya.
Jadikanlah Dia bangun, sampai bukti pengakuannya dikukuhkan, dan cintanya dikukuhkan. Dan jadikanlah orang tertentu yang lain tidur, sebab dia adalah kekasih-Ku, dia telah lama bekerja keras. Tidak ada satu jejak pun yang tertinggal padanya dari orang selain Aku. Cintanya kepada-Ku telah menajdi tunggal, dan telah kukuhlah pengakuan, bukti dan pemenuhannya terhadap perjanjian-Ku. Sekarang adalah giliranku untuk memenuhi perjanjiannya.

Dia adalah tamu, dan seorang tamu tidaklah disuruh bekerja dan melayani. Aku akan membiarkannya tidur di kamar penjagaan-Ku yang lemah lembut, dan aku akan membiarkannya duduk di meja anugerah-Ku. Aku akan menjamunya dalam kedekatan-Ku dan Aku akan memindahkannya dari hadapan orang-orang lain selain Aku. Cintanya telah terbukti asli, dan manakala cinta itu otentik, maka formalitas ditiadakan.”
Penafsiran yang lain adalah: “Jadikanlah si fulan tidur, karena tujuannya dalam menyembah-Ku adalah untuk memperoleh perhatian dari sesama makhluk. Dan bangunkanlah si fulan yang lain, sebab tujuannya dalam meyembah-Ku adalah untuk memperoleh anugerah-Ku. Jadikanlah si fulan tidur; sebab aku tidak menyukai suaranya, dan jadikanlah si fulan yang lain bangun, sebab Aku senang mendengar suaranya.”

Sang pencinta menjadi yang dicintai hanya apabila hatinya telah tersucikan dari segala sesuatu kecuali Junjungannya Yang Maha Kuasa lagi Maha Agung, hingga ia tidak memiliki keinginan untuk meninggalkan-Nya lagi dan kembali kepada yang lain. Jalan bagi hatinya untuk mencapai kedudukan (maqâm) ini adalah dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban agama (farâ’idh) menjauhi hal-hal yang haram dan nafsu badaniah (syahwât), memperoleh hal-hal yang diperbolehkan (mubâh) dan halal tanpa nafsu (hawâ) dan keterlibatan (wufûd), dan praktik yang sehat dalam menjauhi hal-hal yang haram (waraʽsyâfî) dan zuhud yang sempurna. Ia adalah meninggalkan segala sesuatu selain Allah, menentang diri rendah (nafs), nafsu (hawâ) dan setan, pembersihan hati dari semua makhluk, dan bersikap tak acuh baik terhadap pujian maupun celaan, terhadap penerimaan hadiah ataupun tidak menerima, dan terhadap kehidupan keras di padang pasir ataupun kenyamanan yang berperadaban.

Tahap pertama urusan ini adalah bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah kecuali Allah, dan tahap yang terakhir adalah sikap tak acuh dan tidak membeda-bedakan antara kehidupan yang keras dan kehidupan yang berperadaban. Manakala hati seseorang sehat, maka dia begitu terkait dengan Tuhannya sehingga padang belantara dan kota, pujian dan celaan, sakit, dan sehat kekayaan dan kemiskinan, keberhasilan dan kegagalan duniawi semuanya tak ada bedanya sejauh menyangkut dirinya.

Manakala seseorang secara asli telah mencapai tahap ini, maka dia mengalami kematian diri rendahnya (nafs) dan nafsunya (hawâ), dorongan-dorongan alamiahnya berhenti bergejolak, dan setannya menjadi tunduk kepadanya. Dunia dan para pemiliknya menjadi tidak penting dalam hatinya, sementara akhirat dan para pemiliknya memperoleh kepentingan besar dalam pandangannya.

Kemudian dia berpaling dari kedua dunia ini dan bergerak menuju Junjungannya. Hatinya menemukan jejak di tengah-tengah para makhluk (khalq) yang dengannya ia bisa sampai kepada kebenaran. Mereka menyisih untuknya ke kanan dan ke kiri, mundur dan memberikan jalan kepadanya, mereka lari menjauhi api kebenarannya (shidq) dan kemuliaan yang menggetarkan dari wujud terdalamnya (sirr). Sekarang dia dipandang besar di kerajaan spiritual. Semua makhluk berada di bawah kaki hatinya dan mendapatkan perlindungan dalam bayang-bayangnya.

Engkau tidak terbimbing dengan benar. Engkau mengklaim sesuatu yang bukan milikmu dan yang tidak engkau miliki. Diri rendahmu mengendalikanmu, dan makhluk-makhluk dan semua isi dunia ini berada dalam hatimu. Dalam hatimu, mereka lebih besar daripada Allah. Engkau berada di luar batas manusia-manusia (pilihan Tuhan) dan penilaian mereka. Jika engkau ingin mencapai apa yang telah kuisyaratkan, engkau harus memusatkan perhatianmu kepada penyucian hatimu dari segala sesuatu.”

“Celakalah Engkau! Engkau membutuhkan sesuap makanan, engkau kehilangan sesuatu yang remeh, atau engkau mengalami hinaan terhadap kehormatanmu—dan bagimu itu sudah berarti kiamat! Engkau memprotes terhadap Allah. Engkau menuruti nafsu kemarahanmu dengan memukuli isteri dan anak-anakmu. Engkau mengutuk agamamu dan Nabimu.

Seandainya engkau seorang yang berakal sehat, salah satu dari orang-orang berjaga dan sadar, niscaya engkau akan menahan lidahmu di hadapan Allah. Engkau akan memandang semua tindakan-Nya sebagai berkah untuk kemanfaatan dan kepentinganmu.

Engkau harus selalu ingat laparnya orang-orang yangkelaparan, telanjangnya orang-orang yang tak mempunyai pakaian, sakitnya orang-orang yang sakit, dan nestapa orang-orang yang terpenjara. Dengan demikian, engkau akan lebih memandang remeh cobaan-cobaan dan penderitaan yang kau alami sendiri. Engkau harus ingat akan ilmu yang dimiliki Allah tentang dirimu, perhatian-Nya terhadap kesejahteraanmu, dan takdir yang telah ditetapkannya bagimu.

Dengan begitu, engkau akan merasa malu di hadapan-Nya. Manakala hal-hal menjadi sangat sulit bagimu, engkau harus merenungi dosa-dosamu, berpaling darinya dan bertobat, dan berkata kepada diri rendahmu: “Karena dosamu, Tuhan Yang Maha Benar telah membuat hidup menjadi sulit bagimu. Jika engkau bertobat atas dosa-dosamu dan melaksanakan kewajibanmu, Tuhan akan menganugerahkan kepadamu jalan keluar dari setiap masalah dan setiap kesulitan yang sangat rumit; sebagaimana Dia telah mengatakan: “Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka Allah akan mempersiapkan jalan keluar baginya, dan Dia akan memberikan rezeki kepadanya dari sumber-sumber yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupkan (keperluan)-nya,” (QS 65:2-3).

Orang yang berakal sehat adalah orang yang benar-benar jujur, dan yang segera bisa dibedakan dari orang-orang pendusta dikarenakan keujujurannya (shidq). Engkau harus menempatkan kejujuran di tempat ketidakjujuran, ketabahan di tempat ketakutan, gerakan maju ke depan di tempat kemunduran, kesabaran di tempat kekhawatiran dan kecemasan, sikap bersyukur di tempat ketidakbersyukuran, penerimaan yang gembira di tempat ketidakpuasan, persetujuan di tempat protes, dan keyakinan di tempat keraguan. Jika engkau siap untuk tunduk dan tidak memprotes, jika engkau bersyukur dan sama sekali tidak kufur, jika engkau mudah disenangkan dan tidak suka mengomel, dan jika engkau merasa yakin dan tidak ragu: “Tidakkah Allah akan mencukupi (kebutuhan) hamba-Nya?” (QS Al-Zumar (39) :36)

Semua yang kau urusi dan engkau terlibat di dalamnya adalah kotololan yang gila. Allah tidak memberikan perhatian kepadanya. Urusan ini tidak terjadi melalui tindakan-tindakan jasad. Nabi kita Muhammad Saw. mengatakan: “Zuhud itu di sini. Takwa itu di sini. Ketulusan (ikhlâs) itu di sini.” seraya menunjuk ke dadanya.

Jika seseorang menginginkan keberhasilan, hendaklah ia menjadi sepotong tanah di bawah telapak kaki para syaikh. Bagaimana sifat para syaikh ini? Mereka adalah orang-orang yang meninggalkan dunia ini dan semua makhluk, yang telah mengucapkan selamat tinggal kepada mereka, yang telah mengucapkan selamat tinggal kepada segala sesuatu yang ada di bawah Tahta Langit (‘arsy) hingga permukaan bumi, yang telah meninggalkan segala sesuatu dan mengucapkan kepada mereka ucapan selamat tinggal dari orang yang tidak akan kembali lagi kepada mereka.

Mereka mengucapkan selamat tinggal kepada semua makhluk, termasuk diri mereka sendiri. Keberadaan mereka adalah bersama Tuhan mereka dalam semua keadaan (ahwâl) mereka. Jika orang mencari cinta Tuhan bersama dengan keberadaan dirinya sendiri, berarti dia tertipu oleh angan-angannya sendiri.
Apabila seseorang sepenuhnya murni dalam zuhudnya dan pengukuhannya atas tauhid, maka dia tidak melihat tangan-tangan makhluk ataupun keberadaan mereka. Dia tidak melihat si pemberi selain Tuhan, dan dia tidak melihat dzat yang dermawan dan pemurah hati selain dari-Nya.”